Selasa, 27 Januari 2009

Aku Hanya Sampah

aKu hanYa SamPah

apa yang kamu lakukan ketika kamu punya kunci kebahagiaan kamu??

Apa yang kamu perbuat ketika kamu punya kunci skak orang yang kamu benci??

skarang...

apa yang akan kamu lakukan ketika mengetahui orang yang kamu sayang ternyata membohongi perasaan kamu?

- Marah??
- Kecewa??
- dendam??
- terus dipendam??

mungkin susah buat marah...

tapi.. ketika hal itu semua datang kepadaku. . . . . .

aku seakan manusia yang amat sangat bodoh!
jujur, aku bisa saja membuat keadaan seakan terbalik...

saat itu. . . . . . . .

aku berada di bawah, dan sebenarnya aku bisa saja berada di atas hanya dengan 1 langkah...
aku punya kunci kebahagianku.. aku punya kunci skaknya dia..

aku ingin membuka gembok yang terkunci saat itu juga...
aku ingin memberitakan aibnya pada semua orang detik itu juga...

tapi buat apa??
aku nggak mau...
aku nggak mau melihat kebahagiaannya pudar cuma karena aku yang dianggap sampah olehnya...

mungkin olehnya aku sampah, tp aku membuktikan jikalau aku adalah sampah yang dapat di daur ulang..

meski tetap aku dianggap sampah.. bahkan bukan hanya dia, tapi semua orang...
aku ingin berteriak......

"Ada kah orang yang masih peduli dengan sampah sepeti aku??"

tapi, aku tak perlu melakukan itu
dan sampai sekarang, aku masih sampah...

jujur, aku ingin diriku hancur... itu lebih baik daripada sampah yang gak jelas gunanya..

ingin ku ucapkan sebuah kata-kata sebelum hancur:

"Aku bodoh,Tapi kebodohanku yang menyadarkan bahwa melihat orang lain senang akan membawa dampak berlipat ganda pada orang yang lain. Dari pada, kita yang senang tetapi orang lain terluka hatinya karena kita...."

Biarkan sampah sepertiku hancur.......

Pencarian

Pencarian

Aku hanya sesuatu yang ada
Mencari sesuatu akan makna
Hidup hanya lah perlintasan takdir
Mencapai harap akan akhir…..

Tak sanggup ku mencari akan makna
Tak sanggup ku hidup tanpa cinta
Mencari mu bagai tanpa akhir
Bagai langit yang tak bertepi……

Memuncak dalam kesedihan ku
Dalam hidup yang tanpa cinta
Kelak kan ketemukan cinta milik ku
Bersama menjemput keabadian kan tiba….

Hati Nurani dan akal pikiran

Hati Nurani dan Akal pikiran

Hmmmhh….ngomong-ngomong soal membatasi ‘rasa’, jadi teringat akan film Laskar Pelangi, saat Ikal merasakan kesedihan saat ditinggal oleh Aling, kemudian sebagai sahabat, Mahar mengingatkan agar tidak terlalu larut dalam Asmara…..

Mari menyusun seroja bunga seroja
Hiasan sanggul remaja puteri remaja
Rupa yang elok dimanja jangan dimanja
Pujalah ia sekadar sekadar saja

……………………

Jangan kau percaya asmara
Dengan asmara
…………………….

Marilah kita bersama
Menghindar dosa
Marilah kita bersama
Membela agama

Pujalah ia sekadar saja….jangan kau percaya asmara, lebih baik menghindar dosa dan bersama membela agama. Masih soal asmara, sebait syair dari Restu Bumi yang dinyanyikan oleh DEWA 19, “seorang bijak kan memahami, cinta bukan dicari…..diraih, cinta pun hadir sendiri…”

Hmmmm…..Orang yang bijak pastinya mampu menjaga keseimbangan hati nurani dan akal pikiran, memahami bahwa cinta bukan dicari tapi cinta akan hadir sendiri, mungkin seperti benih yang ditebar pada lahan kosong, apabila lahan itu sesuai untuk si benih, maka benih itu akan tumbuh kuat, kokoh dan subur serta dapat menghasilkan daun yang rindang dan buah yang dapat dinikmati oleh siapapun yang berteduh dibawah rindangnya, namun jika lahan itu tidak cocok untuk benih yang ditebarkan, maka benih tetaplah benih yang tidak menghasilkan apa-apa. Tidak perlu di beri pupuk atau disiram, apalagi di kawin silang atau dibonsai agar mendapatkan hasil yang memuaskan dan tampilan yang indah….Semua itu tidak perlu, biarkan tumbuh secara alami….biarkan tumbuh atas kehendak Illahi.

Jumat, 24 Oktober 2008

Ketenangan hati

Ada masalah pasti ada penyelesaiannya, tahu tidak sobat,didalam Q.S Ath-Thalaq (65) : 7 Allaoh mengatakan :
"Alloh kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (kesusahan)"

Tidak ada penderitaan dalam hidup ini, kecuali orang yang membuat dirinya sendiri menderita.Tidak ada
kesulitan sebesar dan seberat apa pun di dunia ini, kecuali hasil dari buah pikirannya sendiri. Terserah kita, mau dibawa ke mana kehidupan ini. Mau dibawa sulit, niscaya segalanya akan menjadi sulit. Jika kita memilih jalan ini, maka silahkan, persulit saja pikiran ini. Mau dibawa rumit pastilah hidup ini akan senantiasa terasa rumit. Perumitlah terus pikiran kita bila memang jalan ini yang paling disukai. Toh, semua akan tampak hasilnya dan, tidak bisa tidak, hanya kita sendiri yang harus merasakan dan menaggung akibatnya.

Akan tetapi, sekiranya kehidupan yang terasa sempit menghimpit hendak dibuat menjadi lapang, segala yang tampak rumit berbelit hendaknya dibuat menjadi sederhana, dan segala yang kelihatannya buram, kelabu, bahkan pekat gulita, hendaknya dibuat menjadi bening dan terang benderang, maka cobalah rasakan dampaknya.

Ternyata dunia ini tidak lagi tampak mengkerut, sempit menghimpit, dan carut marut. Memandang kehidupan ini terasa seperti berdiri di puncak menara lalu menatap langit biru nan luas membentang bertaburkan bintang gemintang, dengan semburat cahaya rembulan yang lembut menebar, menjadikan segalanya tampak lebih indah, lebih lapang, dan amat mengesankan. Allahu Akbar!

Memang,
"Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang berbuat zalim terhadap diri mereka sendiri" (QS Yunus [11]:44).

Padahal Dia telah tegas-tegas memberikan jaminan melalui firman-Nya,
"Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan (kesusahan)" (QS ath-Thalaq [65]:7).

Kendalikan Suasana Hati
Kuncinya ternyata terletak pada keterampilan kita dalam mengendalikan suasana hati. Bagaimana caranya? Salah satu cara yang paling efektif adalah, manakala berhubungan dengan sesama manusia, jangan sekali-kali kita sibuk mengingat-ingat kata-katanya yang pernah terdengar menyakitkan. Jangan pula kita sibuk membayangkan raut mukanya yang sedang marah dan sinis, yang pernah dilakukannya di hari-hari yang telah lalu.

Begitu hati dan pikiran kita mulai tergelincir ke dalam perasaan seperti itu, cepat-cepatlah kendalikan. Segera, alihkan suasana hati ini dengan cara mengenang segala kebaikan yang pernah dilakukannya terhadap kita, sekecil apa pun. Ingat-ingatlah ketika ia pernah tersenyum kepada kita. Kenanglah jabat tangannya yang begitu tulus atau rangkulannya yang begitu penuh persahabatan. Atau, bukankah tempo hari ia pernah menawarkan makan bersamamu atau menawarkan kebaik-kebaik padamu.

Pendek kata, ingat-ingatlah hanya hal-hal yang baik-baiknya saja, yang dulu pernah ia lakukan, seraya memupus sama sekali dari memori pikiran kita segala keburukan yang mungkin pernah ia perbuat.

Allah Azza wa Jalla sungguh Maha Kuasa membolak-balikkan hati hamba-hamba-Nya. Kita akan kaget sendiri ketika mendapati hasilnya. Betapa cepatnya hal ini berubah justru sesudah kita berjuang untuk mengubah segala sesuatu yang buruk menjadi tampak baik.

Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya dengan bertambahnya umur, ilmu, ataupun pangkat dan kedudukan. Kita bertambah dewasa justru ketika mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik. Inilah sesungguhnya kunci bagi terkuaknya ketenangan batin.

Suatu ketika kita dilanda asmara, misalnya. Kalaulah tidak pernah mau bertanya kepada diri sendiri, maka akan habislah kita diterjang oleh gelinjang hawa nafsu. Demikian juga kalau kita sedang diliputi gejolak amarah. Sekiranya tidak pernah mau mengendalikan hati, akan celakalah kita dibuatnya karena akan menjadi orang yang berlaku aniaya terhadap orang lain.

Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memiliki waktu dan kesungguhan untuk bisa memperhatikan segala gerak-gerik dan perilaku hati ini. Jangan-jangan kita sudah tergelincir menjadi sombong tanpa kita sadari. Jangan-jangan kita sudah memusnahkan pahala amal-amal yang pernah dilakukan tanpa kita sadari. Jangan-jangan kita sudah termasuk orang yang gemar berlaku zalim terhadap orang lain tanpa kita sadari. Apabila ini terjadi, maka apalagi kekayaan yang bisa menjadi bekal kepulangan kita ke akhirat nanti? Bukankah segala amal yang kita perbuat itu-adakah ia tergolong amal salih atau amal salah-justru tergantung pada kalbu ini?

Kita pergi berjuang, berperang melawan keangkaramurkaan, berkuah peluh bersimbah darah. Tetapi, sepanjang bertempur hati menjadi riya, ingin dipuji dan disebut pahlawan;tidakkah disadari bahwa amalan seperti ini di sisi Allah kering nilainya, tidak ada harganya sama sekali?

Menjadi mubaligh, berceramah menyampaikan ajaran Islam. Didengar oleh ratusan bahkan ribuan orang. Pergi jauh ke berbagai tempat, menghabiskan sekian banyak waktu dan menguras tenaga serta pikiran. Namun, sama sekali tidak akan ada harganya di sisi Allah kalau hati tidak ikhlas. Sekadar ingin dipuji dan dihormati, sehingga merasa diri paling mulia, atau bahkan lebih fatal lagi, karena motivasi sekadar untuk mendapat imbalan.

Begitu pula ketika kita berangkat haji, memakan waktu berpuluh hari dan menempuh jarak beribu kilometer. Tubuh pun terpanggang matahari yang membakar dan berdesak-desakan dengan berjuta-juta manusia. Tetapi, kalau tidak disertai niat karena Allah, sekadar ingin dipuji karena mendapat embel-embel titel haji, maka na'udzubillah, semua ini sama sekali tidak berharga di sisi Allah.

Mengapa pekerjaan yang telah ditebus dengan pengorbanan sedemikian besar malah membuahkan kesia-siaan? Ternyata sebab-musababnnya berpangkal pada kelalaian dan ketidakmampuan mengendalikan suasana hati. Sebab, sekali seseorang beramal disertai riya, ujub, atau sum'ah (sekadar mencari popularitas) , maka tidak bisa tidak, pikirannya hanya akan disibukkan oleh persoalan tentang bagaimana caranya agar manusia datang memujinya. Begitu pujian itu tidak datang, sertamerta hati pun dilanda sengsara. Bila sudah begini, kapankah lagi dapat diperoleh ketentraman hidup, selain sebaliknya, hari-harinya akan senantiasa digelayuti perasaan resah, gelisah, kecewa, dan sengsara?

Niat yang Ikhlas
Oleh karena itu, sekiranya kita belum mampu melakukan amal-amal yang besar, tidakkah lebih baik memelihara amal-amal yang mungkin tampak kecil dan sepele dengan cara terus-menerus menyempurnakan dan memelihara niat agar senantiasa ikhlas dan benar? Inilah yang justru akan dapat membuahkan ketenangan batin, sehingga insya Allah akan membuahkan pula suasana kehidupan yang sejuk, lapang, indah dan mengesankan.

Mudah-mudahan dengan kesanggupan kita menyempurnakan dan memelihara keikhlasan niat di hati tatkala mengerjakan amal-amal yang kecil tersebut, suatu saat Allah Azza wa Jalla berkenan mengkaruniakan kesanggupan untuk mampu ikhlas manakala datang masanya kita harus mengerjakan amal-amal yang lebih besar.

Besar atau kecil suatu amalan yang dikerjakan dalam hidup ini, sekiranya didasari hati yang ikhlas seraya diiringi niat dan cara yang benar, niscaya akan melahirkan sikap ihsan. Yakni, kita akan selalu merasakan kehadiran Allah dalam setiap gerak-gerik, sehingga dalam setiap denyut nadi ini, kita akan selalu teringat kepada-Nya.

Inilah suatu kondisi yang akan membuat hati selalu merasakan kesejukan dan ketentraman.
"Alaa bi dzikrillaahii tathma 'inul qulub" (QS ar-Ra'd[13]: 28), demikian Allah telah memberikan jaminan. Ingat, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram!

Demi Allah tidak ada pilihan lain. Kita harus senantiasa mewaspadai hati ini. Jangan sampai diam-diam membinasakan diri justru tanpa kita sadari. Sudah pahala yang didapat sedikit, hati pun tak bisa terkendalikan, sehingga semakin rusaklah nilai amal-amal kita dari waktu ke waktu. Na'udzubillaah!

Dengan demikian, selain kita terbiasa mandi untuk membersihkan jasad lahir, kita pun harus memiliki kesibukan untuk "memandikan" hati ini. Selain kita makan untuk mengenyangkan perut, kita pun harus "menyantap" sesuatu yang dapat membuat hati ini terisi. Selain kita berdandan untuk merapikan penampilan, kita pun harus sibuk "bersolek" merapikan hati kita. Dan selain kita rajin becermin untuk memperelok wajah, kita pun jangan lupa untuk rajin-rajin pula "becermin" untuk memperelok hati.

Semua ini tiada lain agar kita memiliki kemampuan untuk senatiasa menyelisik niat maupun perilaku buruk dan busuk yang, disadari ataupun tidak, mungkin pernah kita perbuat. Itu akan lebih menolong daripada kita sibuk mengintip-intip keburukan orang lain, yang berarti hanya menipu diri sendiri belaka dan sama sekali tidak akan mendatangkan ketenangan batin.
Kuatkan hati dan pikiran untuk hadapi ujian dari Allah yang pasti kan mendera setiap kita yang beriman pada Allah. Hidup adalah ujian, agar kelak kita mudah dalam menjalani kehidupan akhirat kita, amin. Penantian panjang kita, kan berbuah senyum bahagia, kesempatan untuk meraih pahala yang besar kan segera tiba. Dengan terus beriman kepada Allah, dan mentaati suami kita kelak.Wallahu a'lam![]
Alie Masykur, 25 Octo 2008